2009-01-13

Tabkirut Tajnid

Pagi itu, situasi kota Mansoura berjalan seperti biasa. Kendaraan terlihat mulai berdesak-desakan di jalan-jalan yang sempit. Suara klakson bertabrakan di udara kota, membangunkan penghuninya untuk mulai beraktivitas. Di salah satu sudut jalan, tempat berdirinya sebuah bangunan megah ada kejadian yang menarik. Tepatnya di super market
Awadallah, kejadian ini mengambil settingnya. Pelakunya adalah seorang anak berseragam Tsanawiyah dengan seorang pria dewasa berbaju parlente.

Alkisah, pria tersebut sedang berbelanja untuk keperluan rumah tangganya. Terlihat beberapa jenis barang telah memenuhi setengah keranjang barang yang didorongnya. Ketika sedang asyik memilih susu, ia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang senantiasa mengawasinya dari jauh. Pria itu lalu memilih satu merk susu yang sering
dikunsumsinya dan memasukkannya ke dalam keranjang barang. Ia segera menuju ke kasir untuk membayar. Tapi tiba-tiba ia terhenti karena di hadapannya ada seorang anak perempuan berseragam sekolah Tsanawiyah menghalangi langkahnya.

“Maaf paman, ada satu barang yang saya tidak setuju paman membelinya” kata anak perempuan tersebut kepada pria berbaju parlente.
“Mohon paman mengembalikan barang itu ke tempatnya dan memilih barang yang lain” lanjut si anak. Pria itu terkejut. Kenapa ada seorang anak perempuan yang berani protes dengan barang yang menjadi haknya. Karena heran ia balik bertanya:
“Barang apa itu?”
“Susu yang terakhir paman beli” jawab si anak.

Pria itu semakin heran, memangnya ada apa dengan susu yang barusan dibelinya.
Ia kemudian mengeceknya kembali. Mungkin si anak mengingatkannya agar tidak mengkonsumsi susu tersebut karena masa berlakunya sudah habis. Tapi, ketika ia memeriksa label produksi, tidak ada yang bermasalah. Terhitung baru satu minggu susu itu diproduksi. Lalu ada masalah apa?

Karena bingung, pria itu kembali bertanya kepada si anak “Kenapa adik meminta saya untuk mengembalikan susu ini, apa ada yang salah dengan susu ini?” Mendengar pertanyaan itu, si anak menarik napas panjang. Ia seakan mengumpulkan seluruh tenaganya untuk memberikan jawaban,
“Paman, apakah paman tahu kalau susu yang barusan paman beli produk negara Denmark, negara yang menghina dan merendahkan martabat Nabi kita dengan kartun-kartun amoral? “Paman,
sebagai seorang muslim kita seharusnya tidak lagi membeli produk-produk negara Denmark. Apakah paman sanggup bertemu dengan Rasulullah saw nanti di hari kiamat
sementara paman masih meminum susu buatan negara yang menghina beliau?”
Lanjut si anak dengan penuh keyakinan.

Pria itu menarik napas panjang. Ada kekaguman dalam hatinya melihat anak perempuan yang ada di hadapannya. Sekalipun masih duduk di bangku Tsanawiyah, tapi komitmennya terhadap Islam melebihi dirinya. Ia bahkan tidak terpikir untuk memboikot produk-produk Denmark. Setelah menimbang-nimbang, ia akhirnya menuruti kehendak hati anak perempuan itu. Susu Denmark yang ada di keranjang ia ambil dan dikembalikan ke
tempatnya semula. Si anak perempuan mengucapkan terima kasih kemudian segera berlalu ke tempat lain di dalam super market.

Setelah si anak pergi, hati pria dewasa itu kembali diusik dengan nafsunya. Beragam pikiran berkecamuk di kepalanya. Ada satu pertanyaan muncul dalam benaknya:
“Apakah saya harus memboikot produk Denmark?”
Masalah boikot khan masih menjadi perdebatan ulama. Memang ada yang mengatakan bahwa boikot itu wajib. Tapi khan juga ada ulama-ulama lain yang membolehkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang masuk kategori untuk diboikot. Lagi pula anak perempuan yang sempat memprotesnya sudah pergi. Toh, anak itu tidak akan melihat kalau ia mengambil kembali susu yang telah dikembalikannya.

Sambil menengok kiri-kanan, pria itu mengambil kembali susu yang baru saja ia taruh dan segera menuju ke kasir. Tapi sekali lagi, ia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang masih mengawasinya di balik etalase-etalase super market. Mata itu semakin miris. Mulai ada kelopak-kelopak air yang perlahan-lahan menyembul di mata itu. Pemilik mata itu segera beranjak dari tempatnya menuju kasir.

Pria berbaju parlente yang sedang antri di kasir merasa sangat bersalah ketika tiba-tiba dari belakang anak perempuan yang sempat memprotesnya karena membeli susu datang menghampirinya dengan wajah berlinangan airmata. “Paman, bukankah sudah saya katakan bahwa susu yang paman beli itu produk Denmark? Bukankah paman juga tahu bahwa
koran Denmark telah menghina Nabi? Mengapa paman masih juga mau membeli produk orang-orang yang menghina Nabi? Lirih suara anak perempuan itu bercampur isak tangis bertanya kepadanya.

Pria itu sejenak tertegun. Tidak mampu berkata apa-apa. Baginya, membeli susu produk Denmark tidak berarti apa-apa. Tapi tidak bagi anak perempuan di hadapannya. Dalam pandangannya membeli satu susu produk Denmark toh tidak terlalu berpengaruh bagi pasang surut ekonomi negara Denmark. Khan untung yang didapat dengan satu susu bagi negara Denmark tidak berarti apa-apa. Masih ada orang lain yang lebih memiliki
komitmen dibanding dirinya untuk melakukan boikot. Tapi tidak bagi anak perempuan yang menangis di depannya. Bagi anak itu, seorang muslim yang membeli satu susu produk negara yang menghina Nabi berarti telah merelakan Nabi yang mulia untuk dihina dan dilecehkan. Bagi si anak, hal itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Tetap harus ada yang mengingatkan.

Sejurus kemudian, pria itu kembali ke tempat etalase susu ditemani si anak perempuan. Susu yang hampir dibayarnya segera ditaruh lagi. Ia kemudian menyatakan kepada anak perempuan yang ada di hadapannya:
“Adik saya berjanji bahwa mulai sekarang saya tidak akan lagi membeli produk-produk Denmark.”
Kisah di atas adalah kejadian nyata sebagaimana yang diceritakan oleh seorang kawan yang tinggal di Mansoura. Sengaja saya ceritakan kembali di sini untuk memperlihatkan kepada pembaca bahwa banyak orang yang mungkin memiliki paradigma seperti pria yang diceritakan di atas.

Mungkin ada di antara kita yang serba acuh tak acuh dan tidak merasa ikut bertanggung jawab terhadap pelecehan yang dilakukan oleh media massa negara Denmark terhadap nabi Muhammad saw.. Atau mungkin ada juga di antara kita yang ikut prihatin terhadap pelecehan tersebut tapi hanya sebatas tanggapan lisan saja. Ikut aktif demonstrasi di sana-sini tapi bingung, tindakan apalagi yang harus dilakukan untuk membuktikan
cinta kita terhadap nabi Muhammad saw.

Anak perempuan dalam kisah di atas mengajarkan kita satu tindakan riil, yang mungkin dilupakan oleh sebagian kita yang terjerat dengan aktivitas keseharian. Boikot! Merupakan tindakan riil. Boikot dalam skala kecil maupun skala besar. Satu susu seharga 3 sampai 4 pound Mesir sekilas tidak terlalu berpengaruh bagi naik-turunnya ekonomi Denmark. Tapi tetap merupakan produk yang harus diboikot.

Anak perempuan di atas mengajarkan kita bahwa tanggung jawab terhadap pelecehan yang dilakukan oleh koran Jylliands Posten di Denmark harus dipikul oleh seluruh umat Islam dalam semua tataran. Para pegawai yang sering terjebak dengan rutinitas kantor memiliki tanggungjawab yang sama dengan para demonstran yang turun ke jalan-jalan. Para ibu yang asyik mengurusi keperluan rumah tangga dan mengurusi anak memiliki tanggungjawab yang sama dengan para wartawan dan penulis yang bersuara lantang melalui penanya di media-media massa.

Dan tanggungjawab itu terakumulasi dalam satu kata: boikot! Karena keberadaan anak perempuan itu, bersama dengan teman-temannya yang lain dalam satu komitmen; bersama orangtuanya yang telah berhasil mendidiknya untuk memiliki komitmen; bersama para guru yang berhasil mengajarnya di bangku-bangku sekolah untuk mensosialisasikan kebenaran; dan bersama masyarakat yang turut mendukung dan juga ikut bertanggung
jawab mentarbiyah sehingga mereka dapat tumbuh menjadi batu karang yang mempertahakankan kebenaran. Buah dari tabkirut tajnid, pendinian tarbiyah; semua itulah yang menjadikan Barat kembali mengevaluasi pandangan mereka terhadap Islam. Ternyata, umat Islam sekalipun terkesan lemah, terpecah belah, terbelakang, tapi masih menyimpan satu kekuatan besar. Kekuatan itu bernama cinta dan komitmen, buah dari masyru’ tabkirut tajnid, program pendinian tarbiyah sejak di bangku
SLTP.

Cinta dan komitmen terhadap Islam yang dapat memaksa Denmark meminta maaf kepada umat Islam di seantero dunia. Karena mereka saat ini menghadapi kerugian ekonomi secara besar-besaran. Akibat aksi boikot yang dilakukan di negara-negara Islam, Denmark mengalami kerugian ekonomi hampir 1.8 juta dollar AS setiap hari atau sekitar 15 milyar rupiah.

Memasuki awal tahun ini, semangat tabkirut tajnid harus mendorong kita untuk melahirkan generasi-generasi yang cinta Islam, cinta Rasulnya dan cinta kepada umat Islam.

2009-01-08

Example: Copying an iSeries database file that has packed decimal fields to the QNetWare file system

Note:
Read the Code disclaimer information for important legal information.

Suppose you want to make an iSeries™ database file available to all NetWare users. If the database file is externally defined (using DDS) and has packed decimal fields, you cannot copy it directly to a file in QNetWare file system. You need to first copy it to a physical file; then you can copy it to a file in QNetWare. If fields are in packed decimal format, you need to create a logical file to convert the packed decimal fields to zoned decimal fields. The following example shows how to copy and convert a file that contains packed decimal fields. You can also see an example of how you might do this with an ILE C for iSeries program.

The file in this example is in library DATALIB and has the name CUSTCDT. You can refer to these example displays:

To copy the CUSTCDT database file to the QNetWare file system, you would follow these steps:

  1. Create a directory in the QNetWare file system to use for storing iSeries database files. For example, to create a directory on server SRVNW0A, you would enter:
      MKDIR DIR('/QNetWare/SRVNW0A.SVR/SYS/DTA')
    DTAAUT(*INDIR) OBJAUT(*INDIR) CRTOBJAUD(*NONE)
  2. To convert packed decimal fields to zoned decimal:
    1. Create a logical file CUSTCDTL over CUSTCDT:
      CRTLF FILE(DATALIB/CUSTCDTL) SRCFILE(DATALIB/QDDSSRC)
      CUSTCDTL is the name of the logical file, and DATALIB/QDDSSRC is the source physical file that contains the member CUSTCDTL. Example: DDS for logical file CUSTCDTL shows the DDS definition of such a logical file.

      Optionally, you can select a subset of fields you want to copy to QNetWare. Just put the fields you need into the logical file. You can also specify an ordering sequence on the logical file.

    2. To redefine packed decimal fields as zoned decimal, specify S for the data type for those fields.

      There is no need to specify other field definitions. The logical file is built over the physical file and copies all the field definitions from it.

  3. After you create the logical file, you can use it to copy the data to a program-described physical file. But first you must create the program-described physical file. To do that, you must know the record length of the logical file, because the program-described file must have the same record length. You can find the record length of the logical file by using the command:
    DSPFD FILE(CUSTCDTL) TYPE(*RCDFMT)

    The resulting display for the example logical file CUSTCDTL shows that it has a record length of 60:

                            Record  Format Level
    Format Fields Length Identifier
    CUSREC 11 60 3B84438D4C428
    Text . . . . . . . . . . . . . . . . . . . :
    Total number of formats . . . . . . . . . . : 1
    Total number of fields . . . . . . . . . . . : 11
    Total record length . . . . . . . . . . . . : 60
  4. Create the program-described physical file:

    CRTPF DATALIB/CUSTSTMF RCDLEN(60)

  5. Copy the logical file CUSTCDTL to the program-described physical file CUSTSTMF:

    CPYF FROMFILE(CUSTCDTL) TOFILE(CUSTSTMF) MBROPT(*ADD) FMTOPT(*NOCHK)

    FMTOPT(*NOCHK) is required because the record formats of the database files are different.

  6. Copy the program-described file CUSTSTMF into the QNetWare/SRVNW0A.SVR/SYS/DTA directory of the QNetWare file system that you created in step 1:
    1. On the iSeries command line, type CPYTOSTMF and press F4. The Copy to Stream File (CPYTOSTMF) display appears
    2. In the From database file member field, specify the path name of the CUSTSTMF program-described datasbase file 1 .
    3. In the To stream file field, specify the path name of the stream file 2 .

      In this case you would use the drive letter as a link to CUSTCDT.DAT.

    4. The default value for the Data conversion option causes iSeries to use the coded character set identifier (CCSID) equivalent of the stream file data code page and the database file CCSID to convert the data during the copy operation. To use your own translation table object instead, specify *TBL and enter the table name into the TBL parameter. 3
    5. If your database file has a CCSID of 65535, you must enter a valid CCSID code in the Database file CCSID field for your data to be correctly converted to ASCII. The values 0, 65534, and 65535 are not valid to use with this command. 4
    6. In the Stream file code page field, specify the ASCII code page of the NetWare server to convert the data. To obtain the code page of server SRVNW0A, you would enter:
        DSPMFSINF OBJ('/QNetWare/SRVNW0A.SVR/SYS/DTA')
      This example converts the database file data from CCSID 37 to ASCII code page 850. 5
  7. Now you can access the data from a NetWare workstation. Map a drive to the SYS volume of server SRVNW0A and then change into the DTA directory of the mapped drive.
  8. You can now look at the data in CUSTCDT.DAT (use any DOS editor), and you will see that the file no longer contains any field information. The application that accesses the data must know the record structure. To put more field information into the stream file (such as a field separator character), you must write your own program.
source :
http://publib.boulder.ibm.com/infocenter/iseries/v5r3/index.jsp?topic=/rzaef/rzaefcpydatabase.htm

2009-01-03

Terimakasih Pak Wili dan Alhamdulillah ya Allah atas ptunjuk-Mu

Sebelumnya sy ucapkan trimakasih kpd
BpkWili asal Makasar

Beberapa hari ini saya sering ketinggalan mlakukan sholat berjamaah di masjid bahkan mninggalkan untuk sholat di masjid. Akhirnya meskipun dengan rasa malas kubuka kembali buku-buku pemberi motivasi, jangan sampai kelalalian ini berlanjut lebih jauh. Kubuka juga catatan-catatan kecil. Alhamdulillah smoga bisa teraplikasikan kembali nikmatnya sholat berjamaah di masjid. Sambil baca-baca eh sya ktiduran,

Duar..trak,,,trak...!!!!! Terdengar suara benda jatuh dari atas lemari, membangunkan ku dari lelapnya tidur. akhirnya aku lilir (???? :D). Kmudian disambut dengan suara adzan ashar.
Akhirnya ku ambil air wudlu dan brangkat ke masjid, mlewati gang-gang kecil di jakarta. Klo pemirsa tw gang-gang di jakarta , seperti labirin yang bisa menyesatkan siapapun orang yang masuk ke dalamnya ( hee berlebihan ya.. ).

Nah dalam perjalanan, tadi sekitar pukul 15.25 an, ada seorang bapak-bapak, gk terlalu tua klo di liat dari umurnya. Dia nabrak sebuah jemuran orang , tongkatnya nyangkut ke dinding rumah saking sempitnya gang. akhirnya ku papah bliau, ternyata pas sy liat, inalillahi wainailahi rajiun, bapak tersebut tidak dapat melihat.

sy : bapak mw kemana?
bpk : sy mw sholat de...
sy : ke masjid?
bpk : ya..
sy :bareng aja sama saya ( mrinding skaligus kagum pada smangatnya )


bapak itu pun memegang tangan sy dengan kuat, dan mengajukan bbrpa pertanyaan. Suasana pun menjadi hangat seketika. dan gk terasa udah sampe kmbali di masjid. bapak tersebut mengarahkan sy ke pojok masjid, tempat bliau mnyimpan sandalnya, kmudian ke samping pintu menyimpan tongkatnya. Kmudian ada satu jamaah sholat mmberi isyarat kpd sy agar memapah bliau ke tempat yg biasa bliau sholat. sy pun sholat sbelahnya. Sungguh khidupannya sangat teratur...

Selesai sholat, bliau langsung menepak sy. "Dek, bareng sama bapak ya pulangnya". "ya pa".
bliau minta di antarkan ketempat tinggalnya, sbuah kost-kostan dalam sebuah gang kecil. Tak kusangka bliau tinggal di lantai 2 mlewati tangga curam dan kamarnya berada di tengah2 kamar lain. Saya perhatikan bliau, langkah demi langkahnya begitu diperhatikan dalam stiap langkahnya. Dan bliau tapat berhenti di depan kamarnya. Bliau ngajak sy masuk, bliau nyalakan kipas dinding dan tidak salah tarik untuk mnyalakannya. barang-barangnya bgitu teratur apalagi khidupannya.....

Kita pun ngobrol, bliau mnantang sy untuk bareng stiap sholat berjamaah di masjid. Tantangan yang baik... ( tantangan kbaikan ) Tak lama bliau mraba-raba skeliling dan memberikan sy 2 buah HP. sambil berkata

"dek, tolong liatin tadi ada yg mcall? sbutin nomornya "

sy pun buka call register dari hp bliau, sy sbutin nomor-nya satu2. dan bliau mnyahut
"ya sy tau nomor itu".
pnasaran sy buka daftar nomor yg ada di Hpnya. tidak ada namanya sekali, wah sbanyak ini bliau bisa hapal. Subhanallah....
Sy buka Hp satunya lagi, ada pesan masuk. Sy minta ijin untuk membuka, dan bliau pun mnginjinkan. sy bacakan isinya dan nomornya, dia pun tw dari siapa pesan tersebut. ketika punya kkurangan pasti ada klebihan. Bliau hidup sndiri, mrantau dari makasar. untuk memenuhi khidupannya bliau bekerja, dan tempat kerjanya itu sangat jauh. harus lewati penyerangan jalan. Allah itu memang maha adil...ayo smangat.....!!!!

Satu hal yang ingin sy catet, beryukur dengan apa yang ada dan apa yang diberi. untuk kaum adam sholatlah di masjid karena :

Dari Abdullah bin Umar ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat.” (HR Muttafaq ‘alaihi)

Ketika seseorang berjalan ke masjid dengan melangkahkan kaki, maka tiap langkah kakinya itu mendapatkan kebaikan tersendiri yang mendatangkan pahala.

Begitu pula setiap langkah kaki saat pulang dari masjid, maka dia akan mendapatkan pahala lain tersendiri.

Sungguh nikmat nya bagi bapak tadi brapa langkah bliau brangkat ke masjid, mungkin itu nilai lebih karena bliau menyukuri apa yang ada.

Bahkan seorang yang lumpuhpun slama dia mendengar suara adzan maka brangkatlah untuk sholat berjamaah.

So, kerjakan lah sholat di masjid