Showing posts with label Tausyah. Show all posts
Showing posts with label Tausyah. Show all posts

2009-01-13

Tabkirut Tajnid

Pagi itu, situasi kota Mansoura berjalan seperti biasa. Kendaraan terlihat mulai berdesak-desakan di jalan-jalan yang sempit. Suara klakson bertabrakan di udara kota, membangunkan penghuninya untuk mulai beraktivitas. Di salah satu sudut jalan, tempat berdirinya sebuah bangunan megah ada kejadian yang menarik. Tepatnya di super market
Awadallah, kejadian ini mengambil settingnya. Pelakunya adalah seorang anak berseragam Tsanawiyah dengan seorang pria dewasa berbaju parlente.

Alkisah, pria tersebut sedang berbelanja untuk keperluan rumah tangganya. Terlihat beberapa jenis barang telah memenuhi setengah keranjang barang yang didorongnya. Ketika sedang asyik memilih susu, ia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang senantiasa mengawasinya dari jauh. Pria itu lalu memilih satu merk susu yang sering
dikunsumsinya dan memasukkannya ke dalam keranjang barang. Ia segera menuju ke kasir untuk membayar. Tapi tiba-tiba ia terhenti karena di hadapannya ada seorang anak perempuan berseragam sekolah Tsanawiyah menghalangi langkahnya.

“Maaf paman, ada satu barang yang saya tidak setuju paman membelinya” kata anak perempuan tersebut kepada pria berbaju parlente.
“Mohon paman mengembalikan barang itu ke tempatnya dan memilih barang yang lain” lanjut si anak. Pria itu terkejut. Kenapa ada seorang anak perempuan yang berani protes dengan barang yang menjadi haknya. Karena heran ia balik bertanya:
“Barang apa itu?”
“Susu yang terakhir paman beli” jawab si anak.

Pria itu semakin heran, memangnya ada apa dengan susu yang barusan dibelinya.
Ia kemudian mengeceknya kembali. Mungkin si anak mengingatkannya agar tidak mengkonsumsi susu tersebut karena masa berlakunya sudah habis. Tapi, ketika ia memeriksa label produksi, tidak ada yang bermasalah. Terhitung baru satu minggu susu itu diproduksi. Lalu ada masalah apa?

Karena bingung, pria itu kembali bertanya kepada si anak “Kenapa adik meminta saya untuk mengembalikan susu ini, apa ada yang salah dengan susu ini?” Mendengar pertanyaan itu, si anak menarik napas panjang. Ia seakan mengumpulkan seluruh tenaganya untuk memberikan jawaban,
“Paman, apakah paman tahu kalau susu yang barusan paman beli produk negara Denmark, negara yang menghina dan merendahkan martabat Nabi kita dengan kartun-kartun amoral? “Paman,
sebagai seorang muslim kita seharusnya tidak lagi membeli produk-produk negara Denmark. Apakah paman sanggup bertemu dengan Rasulullah saw nanti di hari kiamat
sementara paman masih meminum susu buatan negara yang menghina beliau?”
Lanjut si anak dengan penuh keyakinan.

Pria itu menarik napas panjang. Ada kekaguman dalam hatinya melihat anak perempuan yang ada di hadapannya. Sekalipun masih duduk di bangku Tsanawiyah, tapi komitmennya terhadap Islam melebihi dirinya. Ia bahkan tidak terpikir untuk memboikot produk-produk Denmark. Setelah menimbang-nimbang, ia akhirnya menuruti kehendak hati anak perempuan itu. Susu Denmark yang ada di keranjang ia ambil dan dikembalikan ke
tempatnya semula. Si anak perempuan mengucapkan terima kasih kemudian segera berlalu ke tempat lain di dalam super market.

Setelah si anak pergi, hati pria dewasa itu kembali diusik dengan nafsunya. Beragam pikiran berkecamuk di kepalanya. Ada satu pertanyaan muncul dalam benaknya:
“Apakah saya harus memboikot produk Denmark?”
Masalah boikot khan masih menjadi perdebatan ulama. Memang ada yang mengatakan bahwa boikot itu wajib. Tapi khan juga ada ulama-ulama lain yang membolehkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang masuk kategori untuk diboikot. Lagi pula anak perempuan yang sempat memprotesnya sudah pergi. Toh, anak itu tidak akan melihat kalau ia mengambil kembali susu yang telah dikembalikannya.

Sambil menengok kiri-kanan, pria itu mengambil kembali susu yang baru saja ia taruh dan segera menuju ke kasir. Tapi sekali lagi, ia tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang masih mengawasinya di balik etalase-etalase super market. Mata itu semakin miris. Mulai ada kelopak-kelopak air yang perlahan-lahan menyembul di mata itu. Pemilik mata itu segera beranjak dari tempatnya menuju kasir.

Pria berbaju parlente yang sedang antri di kasir merasa sangat bersalah ketika tiba-tiba dari belakang anak perempuan yang sempat memprotesnya karena membeli susu datang menghampirinya dengan wajah berlinangan airmata. “Paman, bukankah sudah saya katakan bahwa susu yang paman beli itu produk Denmark? Bukankah paman juga tahu bahwa
koran Denmark telah menghina Nabi? Mengapa paman masih juga mau membeli produk orang-orang yang menghina Nabi? Lirih suara anak perempuan itu bercampur isak tangis bertanya kepadanya.

Pria itu sejenak tertegun. Tidak mampu berkata apa-apa. Baginya, membeli susu produk Denmark tidak berarti apa-apa. Tapi tidak bagi anak perempuan di hadapannya. Dalam pandangannya membeli satu susu produk Denmark toh tidak terlalu berpengaruh bagi pasang surut ekonomi negara Denmark. Khan untung yang didapat dengan satu susu bagi negara Denmark tidak berarti apa-apa. Masih ada orang lain yang lebih memiliki
komitmen dibanding dirinya untuk melakukan boikot. Tapi tidak bagi anak perempuan yang menangis di depannya. Bagi anak itu, seorang muslim yang membeli satu susu produk negara yang menghina Nabi berarti telah merelakan Nabi yang mulia untuk dihina dan dilecehkan. Bagi si anak, hal itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Tetap harus ada yang mengingatkan.

Sejurus kemudian, pria itu kembali ke tempat etalase susu ditemani si anak perempuan. Susu yang hampir dibayarnya segera ditaruh lagi. Ia kemudian menyatakan kepada anak perempuan yang ada di hadapannya:
“Adik saya berjanji bahwa mulai sekarang saya tidak akan lagi membeli produk-produk Denmark.”
Kisah di atas adalah kejadian nyata sebagaimana yang diceritakan oleh seorang kawan yang tinggal di Mansoura. Sengaja saya ceritakan kembali di sini untuk memperlihatkan kepada pembaca bahwa banyak orang yang mungkin memiliki paradigma seperti pria yang diceritakan di atas.

Mungkin ada di antara kita yang serba acuh tak acuh dan tidak merasa ikut bertanggung jawab terhadap pelecehan yang dilakukan oleh media massa negara Denmark terhadap nabi Muhammad saw.. Atau mungkin ada juga di antara kita yang ikut prihatin terhadap pelecehan tersebut tapi hanya sebatas tanggapan lisan saja. Ikut aktif demonstrasi di sana-sini tapi bingung, tindakan apalagi yang harus dilakukan untuk membuktikan
cinta kita terhadap nabi Muhammad saw.

Anak perempuan dalam kisah di atas mengajarkan kita satu tindakan riil, yang mungkin dilupakan oleh sebagian kita yang terjerat dengan aktivitas keseharian. Boikot! Merupakan tindakan riil. Boikot dalam skala kecil maupun skala besar. Satu susu seharga 3 sampai 4 pound Mesir sekilas tidak terlalu berpengaruh bagi naik-turunnya ekonomi Denmark. Tapi tetap merupakan produk yang harus diboikot.

Anak perempuan di atas mengajarkan kita bahwa tanggung jawab terhadap pelecehan yang dilakukan oleh koran Jylliands Posten di Denmark harus dipikul oleh seluruh umat Islam dalam semua tataran. Para pegawai yang sering terjebak dengan rutinitas kantor memiliki tanggungjawab yang sama dengan para demonstran yang turun ke jalan-jalan. Para ibu yang asyik mengurusi keperluan rumah tangga dan mengurusi anak memiliki tanggungjawab yang sama dengan para wartawan dan penulis yang bersuara lantang melalui penanya di media-media massa.

Dan tanggungjawab itu terakumulasi dalam satu kata: boikot! Karena keberadaan anak perempuan itu, bersama dengan teman-temannya yang lain dalam satu komitmen; bersama orangtuanya yang telah berhasil mendidiknya untuk memiliki komitmen; bersama para guru yang berhasil mengajarnya di bangku-bangku sekolah untuk mensosialisasikan kebenaran; dan bersama masyarakat yang turut mendukung dan juga ikut bertanggung
jawab mentarbiyah sehingga mereka dapat tumbuh menjadi batu karang yang mempertahakankan kebenaran. Buah dari tabkirut tajnid, pendinian tarbiyah; semua itulah yang menjadikan Barat kembali mengevaluasi pandangan mereka terhadap Islam. Ternyata, umat Islam sekalipun terkesan lemah, terpecah belah, terbelakang, tapi masih menyimpan satu kekuatan besar. Kekuatan itu bernama cinta dan komitmen, buah dari masyru’ tabkirut tajnid, program pendinian tarbiyah sejak di bangku
SLTP.

Cinta dan komitmen terhadap Islam yang dapat memaksa Denmark meminta maaf kepada umat Islam di seantero dunia. Karena mereka saat ini menghadapi kerugian ekonomi secara besar-besaran. Akibat aksi boikot yang dilakukan di negara-negara Islam, Denmark mengalami kerugian ekonomi hampir 1.8 juta dollar AS setiap hari atau sekitar 15 milyar rupiah.

Memasuki awal tahun ini, semangat tabkirut tajnid harus mendorong kita untuk melahirkan generasi-generasi yang cinta Islam, cinta Rasulnya dan cinta kepada umat Islam.

2009-01-03

Terimakasih Pak Wili dan Alhamdulillah ya Allah atas ptunjuk-Mu

Sebelumnya sy ucapkan trimakasih kpd
BpkWili asal Makasar

Beberapa hari ini saya sering ketinggalan mlakukan sholat berjamaah di masjid bahkan mninggalkan untuk sholat di masjid. Akhirnya meskipun dengan rasa malas kubuka kembali buku-buku pemberi motivasi, jangan sampai kelalalian ini berlanjut lebih jauh. Kubuka juga catatan-catatan kecil. Alhamdulillah smoga bisa teraplikasikan kembali nikmatnya sholat berjamaah di masjid. Sambil baca-baca eh sya ktiduran,

Duar..trak,,,trak...!!!!! Terdengar suara benda jatuh dari atas lemari, membangunkan ku dari lelapnya tidur. akhirnya aku lilir (???? :D). Kmudian disambut dengan suara adzan ashar.
Akhirnya ku ambil air wudlu dan brangkat ke masjid, mlewati gang-gang kecil di jakarta. Klo pemirsa tw gang-gang di jakarta , seperti labirin yang bisa menyesatkan siapapun orang yang masuk ke dalamnya ( hee berlebihan ya.. ).

Nah dalam perjalanan, tadi sekitar pukul 15.25 an, ada seorang bapak-bapak, gk terlalu tua klo di liat dari umurnya. Dia nabrak sebuah jemuran orang , tongkatnya nyangkut ke dinding rumah saking sempitnya gang. akhirnya ku papah bliau, ternyata pas sy liat, inalillahi wainailahi rajiun, bapak tersebut tidak dapat melihat.

sy : bapak mw kemana?
bpk : sy mw sholat de...
sy : ke masjid?
bpk : ya..
sy :bareng aja sama saya ( mrinding skaligus kagum pada smangatnya )


bapak itu pun memegang tangan sy dengan kuat, dan mengajukan bbrpa pertanyaan. Suasana pun menjadi hangat seketika. dan gk terasa udah sampe kmbali di masjid. bapak tersebut mengarahkan sy ke pojok masjid, tempat bliau mnyimpan sandalnya, kmudian ke samping pintu menyimpan tongkatnya. Kmudian ada satu jamaah sholat mmberi isyarat kpd sy agar memapah bliau ke tempat yg biasa bliau sholat. sy pun sholat sbelahnya. Sungguh khidupannya sangat teratur...

Selesai sholat, bliau langsung menepak sy. "Dek, bareng sama bapak ya pulangnya". "ya pa".
bliau minta di antarkan ketempat tinggalnya, sbuah kost-kostan dalam sebuah gang kecil. Tak kusangka bliau tinggal di lantai 2 mlewati tangga curam dan kamarnya berada di tengah2 kamar lain. Saya perhatikan bliau, langkah demi langkahnya begitu diperhatikan dalam stiap langkahnya. Dan bliau tapat berhenti di depan kamarnya. Bliau ngajak sy masuk, bliau nyalakan kipas dinding dan tidak salah tarik untuk mnyalakannya. barang-barangnya bgitu teratur apalagi khidupannya.....

Kita pun ngobrol, bliau mnantang sy untuk bareng stiap sholat berjamaah di masjid. Tantangan yang baik... ( tantangan kbaikan ) Tak lama bliau mraba-raba skeliling dan memberikan sy 2 buah HP. sambil berkata

"dek, tolong liatin tadi ada yg mcall? sbutin nomornya "

sy pun buka call register dari hp bliau, sy sbutin nomor-nya satu2. dan bliau mnyahut
"ya sy tau nomor itu".
pnasaran sy buka daftar nomor yg ada di Hpnya. tidak ada namanya sekali, wah sbanyak ini bliau bisa hapal. Subhanallah....
Sy buka Hp satunya lagi, ada pesan masuk. Sy minta ijin untuk membuka, dan bliau pun mnginjinkan. sy bacakan isinya dan nomornya, dia pun tw dari siapa pesan tersebut. ketika punya kkurangan pasti ada klebihan. Bliau hidup sndiri, mrantau dari makasar. untuk memenuhi khidupannya bliau bekerja, dan tempat kerjanya itu sangat jauh. harus lewati penyerangan jalan. Allah itu memang maha adil...ayo smangat.....!!!!

Satu hal yang ingin sy catet, beryukur dengan apa yang ada dan apa yang diberi. untuk kaum adam sholatlah di masjid karena :

Dari Abdullah bin Umar ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat.” (HR Muttafaq ‘alaihi)

Ketika seseorang berjalan ke masjid dengan melangkahkan kaki, maka tiap langkah kakinya itu mendapatkan kebaikan tersendiri yang mendatangkan pahala.

Begitu pula setiap langkah kaki saat pulang dari masjid, maka dia akan mendapatkan pahala lain tersendiri.

Sungguh nikmat nya bagi bapak tadi brapa langkah bliau brangkat ke masjid, mungkin itu nilai lebih karena bliau menyukuri apa yang ada.

Bahkan seorang yang lumpuhpun slama dia mendengar suara adzan maka brangkatlah untuk sholat berjamaah.

So, kerjakan lah sholat di masjid


2008-12-31

Keutamaan Bulan Muharram dan Puasa Bulan Muharram

“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam, sedang salat yang paling afdal sesudah salat fardu adalah salat malam.”
(HR Muslim)

Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan, Muharam disebut dengan syahrullah (bulan Allah) memiliki dua hikmah.

Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam.

Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah dalam mengharamkan bulan Muharam.

Pengharaman bulan ini untuk perang adalah mutlak hak Allah saja, tidak seorang
pun selain-Nya berhak mengubah keharaman dan kemuliaan bulan Muharam.

Di samping itu, bulan Muharam juga memiliki banyak keutamaan. Salah satunya adalah sebagaimana sabda Rasulullah saw. di atas, “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam, sedang salat yang paling afdal sesudah salat fardu adalah salat malam.” (HR Muslim).

Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang
kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah ‘aasyuura. Aisyah–semoga Allah meridainya– pernah ditanya tentang puasa ‘aasyuura, ia menjawab, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw. puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam.” (HR Muslim).


Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari ‘aasyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa. Dari Ibnu Abbas r.a., ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah saw. bertanya, “Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?” Mereka menjawab, “Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa.” Rasulullah saw. bersabda, “Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian.”

Abu Qatadah berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “Puasa ‘aasyuura menghapus dosa satu tahun, sedang puasa arafah menghapus dosa dua tahun.” (HR Muslim, Tirmizi, Abu Daud).

Pada awalnya, puasa ‘aasyuura hukumnya wajib. Namun, setelah turun perintah puasa Ramadan, hukumnya menjadi sunah. Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan untuk puasa ‘aasyuura sebelum turunnya perintah puasa Ramadan. Ketika puasa Ramadan diperintahkan, siapa yang ingin boleh puasa ‘aasyuura dan yang tidak ingin boleh tidak berpuasa ‘aasyuura.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi).

Ibnu Abbas r.a. menyebutkan, Rasulullah saw. melakukan puasa ‘aasyuura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, “Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam.” Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud). Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam. Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Puasalah pada hari ‘aasyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum ‘asyuura dan sehari sesudahnya.” (HR Ahmad).

Ibnu Sirrin melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharam. Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal sepuluh. (Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab VI/406) . Wallahu a’lam.

Dalam Islam ada empat Bulan yang dimuliakan oleh Allah swt. Yaitu, Bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Bulan Rajab. Di bulan-bulan ini umat manusia dihimbau untuk tidak melaksanakan pertumpahan darah. Dan bagi umat Islam, bulan-bulan ini dianjurkan untuk meningkatkan taqarrub ilallah.

Allah swt berfirman : ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.“ At Taubah : 36

Rasulullah SAW menganjurkan kepada umat Islam untuk melaksanakan shaum ‘Assyuraa (shaum hari kesepuluh) dari bulan Muharram ditambah dengan shaum sehari sebelumnya atau sesudahnya. Puasa sehari sebelumnya dinamakan Tasu’a, berasal dari kata tis’ah yang artinya sembilan. Karena puasa itu dilakukan pada tanggal 9 bulan Muharram.

Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan para sahabat. Antara lain :

Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan RA berkata: Wahai penduduk Madinah, di mana ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ini hari Assyura, dan Allah SWT tidak mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka hendaklah ia berbuka.” (HR Bukhari)

Hadits lainnya adalah hadits berikut ini :

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum assyuraa, beliau pun bertanya? Mereka menjawab, “Ini hari baik, hari di mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka lalu Musa shaum pada hari itu.” Maka Rasulullah SAW menjawab, “Aku lebih berhak terhadap Musa dari kalian”, maka beliau shaum pada hari itu dan memerintahkan untuk melaksanakan shaum tersebut. (HR Bukhari )

Juga ada hadits lainnya yang terkait dengan apa yang Anda tanyakan :

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: pada saat Rasulullah SAW melaksanakan shaum Assyura dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannnya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura) adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Insya Allah jika sampai tahun yang akan datang aku akan shaum pada hari kesembilannya” . Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW meninggal sebelum sampai tahun berikutnya” (HR Muslim)

Rasulullah SAW bersabda, “Shaumlah kalian pada hari assyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR Ath-Thahawy dan Baihaqy serta Ibnu Huzaimah )

Fadhilah Shaum ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) menurut Abu Qotadah bahwa Rasulullah bersabda: “Shaum Arofah menghapus dosa dua tahun, sedangkan shaum ‘Asyura’ menghapus dosa satu tahun sebelumnya.” [HR.Muslim].

Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits di atas beliau berkata: “Yang dimaksud dengan kaffarat (penebus) dosa adalah dosa-dosa kecil, akan tetapi jika orang tersebut tidak memiliki dosa-dosa kecil diharapkan dengan shaum tersebut dosa-dosa besarnya diringankan, dan jika ia pun tidak memiliki dosa-dosa besar, Allah akan mengangkat derajat orang tersebut di sisi-Nya.”

2008-11-27

THE FEMALE HELL

Praise be to Allah, the Awwal, which is not something before him, and the End, which is not something after him, and the Dzáhir, which is not something besides him, and the Báthin, which is not something other than Him. The then from that. Imam 'Ali ibn Abi Talib' alayhissalam have said (which means): "I Fathimah and entrance (to home) Messenger s'aw (shallalláhu 'alayhi wa álihi wa sallam) and kudapati he is crying hard, I asked him: O Messenger of Allah What has caused you crying? He said: O 'Ali, on the evening I isrá-in-delivered to the heavens, I see women of my Ummah is in a hard punishment. I am very sad to see the situation they are crying because I severity of the punishment of them. "


After s'aw Messenger, explains kinds of punishment that untouched part of women in natural Asybáh (picture of life in the Hereafter later). But Al-Zahra Fáthimah 'alayhassalám ask ayahandanya; Kekasihku and Microwave eyes, sad to me, and act their way of life until He torment them like this? "

The following is an explanation of reasons for the act that most women do with some kinds of punishment that they will be untouched. Messenger s'aw, said (which means):

I see women with hair hanging above the fire to boil the brain to him. The impunity of these are women who do not cover the hair of men (not muhrimnya).

I see women hanging on the tongue and water to a boil dikucurkan in tenggorrokannya. He is the women who hurt her husband.

I see a woman hanging with the second teteknya on fire. He is the women who did not want her husband digauli.

I see women eating the meat themselves and the fire started underneath. He is the women who primp (primp) to the people (other than her husband).

I see women who both legs tied together (in the same) with both hands while the snake-snake and scorpion-scorpion released its top. He is women who do not PURIFICATION, mutanajis clothing, not bathing impure, do not bathe and menstrual menyepelekan prayers.

I see women who are deaf, blind and dumb placed in the box to fire otaknya flows from the second hole and nose member body cuts because of leprosy. He is women who bear children from the act of adultery, and his son to be her husband.

I see women hanging on with both feet in the furnace fire. He is the women who leave their houses without the permission of her husband.

I see women who are daginnya-piece with a scissors-scissors from the Fire from the front and rear of the. He is the women who expose themselves to the men folk.

I see that women face and burned his hands while he ate ususnya own. He is women who become mucikari.

I see a woman as head of a pig's head and body body donkey, he was tortured with a punishment. He is a liar and women like weasel-ngadu.

I see that women face, such as dogs, fire into the duburnya until the fire is out of his mouth, and a number of angels memukuli the head and body with a hooked rods from the fire. He is troubadour women (pengibur), peratap, and penghasud. Then the Messenger of Allah s'aw said: "Woe to women who make angry husband, and successful women who are willing to him her husband."

2008-11-16

Sebuah Dialog Selepas Malam

“AKHI, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam dakwah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat temyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh." Begitu keluh kesah seorang mad'u kepada murabbinya di suatu malam.

Sang murabbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad'unya. "Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu?" sahut sang murabbi setelah sesaat ter-menung.

“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tidak Islami. Juga dengan organisasi dakwah yang ana geluti; kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana mendingan sendiri saja.." jawab mad'u itu.

Sang murabbi termenung kembali. Tidak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal.

"Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?", tanya sang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.

Sang mad'u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya men¬dapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat.

"Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?", sang murabbi mencoba memberi opsi.

"Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan ikan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang hingga tujuan? Bagaimana bila ikan hiu datang? Darimana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?" serentetan pertanyaan dihamparkan di hadapan sang mad'u.

Tak ayal, sang mad'u menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadung memuncak, namun sang murabbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.

“Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah?" Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang mad'u. Ia hanya meng¬angguk.

"Bagaimana bila temyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu temyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau mencoba memperba¬ikinya?" tanya sang murabbi lagi.

Sang mad'u tetap terdiam dalam sesenggukan tangis perlahannya.

Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, "Cukup akhi, cukup. Ana sadar. Maafkan ana. Ana akan tetap istiqamah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diper¬hatikan..."

"Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Biarlah ana tetap berjalan dalam dakwah. Dan hanya Allah saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janji-Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana", sang mad'u berazzam di hadapan murabbi yang semakin dihormatinya.

Sang murabbi tersenyum. "Akhi, jama'ah ini adalah jama'ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi dibalik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses men¬jadi manusia terbaik pilihan Allah."

"Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta'ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka."

"Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk aka! Apabila setiap ketidak-sepakatan selalu disikapi dengan jalan itu; maka kapankah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?" sambungnya panjang lebar.

"Kita bukan sekedar pe¬ngamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanya pandai menuding-nuding sebuah kesa¬lahan. Kalau hanya itu, orang kafirpun bisa melakukannya. Tapi kita adalah da'i. Kita adalah khalifah. Kitalah yang diserahi amanat oleh Allah untuk membenahi masalah-masalah di muka bumi. Bukan hanya mengeksposnya, yang bisa jadi justru semakin memperuncing masalah."

"Jangan sampai, kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi nyala api yang membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!"

Sang mad'u termenung merenungi setiap kalimat murabbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut dihatinya.

"Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?" sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.

"Siapa bilang kapasitas antum lemah? Apakah Allah mewahyukan begitu kepada antum? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tidak ada yang bisa menilai, bahwa yang satu lebih baik dari yang lain!", sahut sang murabbi.

"Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya."

Suasana dialog itu mulai mencair. Semakin lama, pembicaraan melebar dengan akrabnya. Tak terasa, kokok ayam jantan memecah suasana. Sang mad'u bergegas mengambil wudhu untuk qiyamullail malam itu. Sang murabbi sibuk memba¬ngunkan beberapa mad'unya yang lain dari asyik tidumya.

Malam itu, sang mad'u menyadari kekhilafannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama'ah dalam mengarungi jalan dakwah. Pencerahan diperolehnya. Demikian juga yang kami harapkan dari Anda, pembaca...

Wallahu a'lam. -Rd.
-----------
sumber: Al-Izzah, No. 07/Th.4

2008-08-29

Di sini nangis di sana nangis....di mana-mana....

Kata mitos, anak cowok tabu nangis. Bener begitu? Apa iya cowok kagak boleh menitikkan air mata? Kan, cowok juga manusia? Kamu kudu simak penjelasannya.

Jadi anak cowok nggak enteng juga. Ada ‘aturan’ beribet yang mengekang anak-anak cowok. Salah satunya soal nangis. Lama dislogankan kalo anak cowok kagak boleh nangis, boys don’t cry. Pokoknya, malu-maluin deh kalo sampe ada anak cowok yang meneteskan air mata (kecuali kelilipan atau kecolok golok!). Cowok selalu dituntut tegar, kuat, en tahan banting. Kalo gampang meneteskan air mata – apalagi sampai jejeritan (mèwèk kata orang Bandung, mah!), bisa disebut banci. Kayak cewek aja, lu! Kata cowok-cowok yang lain.

Ini nggak cuma kata sesama cowok, tapi juga menurut mayoritas kaum cewek. Di mata cewek, cowok itu jangan cengeng. Biar cewek aja deh yang jadi makhluk penumpah air mata. Cowok justru harus jadi mahluk yang bisa menguatkan hati dan iman (taela!) cewek, juga tempat cewek menumpahkan air matanya. Makanya, di banyak lagu-lagu cinta selalu ada kalimat “I will be your shoulder to cry on”. Itu maksudnya, bahu si cowok kudu jadi tempat cewek menangis, bukan sebaliknya.

Cowok pantes nangis

Wah, wah, wah, apa iya cowok-cowok kagak sah kalo nangis? Padahal kan cowok en cewek sama-sama dikasih Allah kelenjar air mata, masa’ nggak boleh nangis? Ihik…ihik

Lalu apa sih yang bisa bikin cowok menangis? Nah, ini beda-beda jawabannya. Ada cowok yang bisa jadi melankolis kalo diputus cewek, seperti kata Annur. Macam-macam. Belum tentu satu kejadian bisa mengundang cucuran air buat cowok yang lain. Patah hati, misalkan, nggak bikin semua cowok sedih.

Hal lain juga datang dari Arif. Kata mahasiswa yang lagi nguber tugas akhir di kampusnya ini, nggak ada masalah cowok menangis. Cowok juga kan manusia (ampuuun Candil Seurieus!). Hanya menurut cowok jangkung ini, kaumnya pantes banget nangis karena menyesali dosa-dosa, misalkan. Setujuuu!

Ia sendiri ngaku pernah nangis gara-gara nonton layar tancep yang nayangin film 1 litre of tear (nonton-nya bareng2 d asrama lagi...hue hue... :D ). Ngakunya sih, semua jama’ah, eh penonton juga sama-sama terharu, hanyut dalam suasana film yang menguras air mata itu. Ihik…ihik.

Nah, apapun alasannya, para cowok emang bisa en boleh menangis, kok. Jadi kagak usah malu untuk menangis, boyz, please deh!

Sehat & penting

Tapi, emang tetap harus diakui, tangisan cowok emang nggak sesering cewek. Kalau cewek mah, peka banget. Kesinggung dikit, matanya berkaca-kaca (tapi nggak sampai kaca riben apalagi kaca nako), keinjek jempolnya – apalagi pake mesin giling – bisa nangis. Untuk cowok, kagak segampang itu. But, ini bukan berarti tangisan cewek itu tangis murahan la yauw!

Aturan konvensional emang memperlakukan cowok jadi mahluk yang keras. Menangis itu tanda kelemahan dan kagak maskulin atawa jantan. Makanya, kaum cowok suka jaim – jaga imej --. Mereka bakal tengsin berat kalau sampai ketahuan nangis di muka umum, apalagi di muka hakim (he…he…). Mereka lebih milih nahan nangis meski hatinya remuk redam kayak kacang ijo dibikin bakpia pathok.

Hal inilah yang coba diluruskan oleh Profesor Bernard Capp, ahli sejarah dari University of Warwick. Kata dia, rugi banget kalo cowok nahan-nahan diri untuk menangis. Karena, menahan tangisan itu ternyata beresiko untuk kesehatan. Untungnya, lanjut Prof yang satu ini, mental para cowok udah berevolusi sehingga kini jadi gampang nangis. Salah satunya, adalah berkat jasa sepakbola. Kagak percaya? Liat aja, begitu kesebelasan AC Milan keok di tangan Liverpool di final Liga Champion, si gelandang ganteng asal Brazil, Kaka dan striker Sheva yang biasanya ‘garang’ di depan gawang lawan, justru sesenggukan bareng para supporter-nya.

Para psikolog juga bilang buat cowok menangis itu sama pentingnya kayak cewek. Psikolog klinis Ron Bracey mengatakan, menangis baik bagi tubuh kita. Menangis mengatur fungsi penting dengan melepaskan hormon stress. Nah, nangis itu sehat, bro!

Nangis Yang Baik

Meski menangis itu boleh, para cowok harus tahu apa saja yang pantas ditangisi dan gimana caranya. Ingat, hukum asal perbuatan itu terikat hukum syara’. Karena nangis itu perbuatan, maka harus ikut aturan Islam. Gimana nangis yang halal dan berpahala, dan yang haram ya jangan ditangisi. Misalnya, nggak pantas seorang muslim menangisi Ariel Sharon seandainya dia koit. Apalagi sampai mendoakan agar dia diterima iman dan amalnya. Lha wong dia memusuhi Islam dan membunuhi kaum muslimin, ya mana bisa diterima baik-baik sama Allah. Pastinya dia bakal nyungsep ke neraka jahanam.

Ada beberapa tangisan yang dibolehkan dan dianjurkan agama, yakni:

§ Saat mendapat musibah, seperti kematian orang yang dikasihi. Imam Muslim meriwayatkan bahwa suatu ketika salah seorang putra Rasulullah saw. sakit keras. Kemudian beliau memangkunya sedangkan nafas anak itu telah tersengal-sengal. Maka jatuhlah air mata Rasulullah saw. membasahi pipi. Sahabat beliau, Sa’ad bin Ubadah ra. yang menyaksikan hal itu bertanya, “Apakah air mata ini (mengapakah engkau menangis sedang engkau melarang meratap)?” Rasulullah saw. menjawab, “Air mata itu bukti rahmat yang telah diletakkan Allah dalam hati hambaNya. Sesungguhnya Allah akan mengasihi hamba-hambaNya yang berkasih sayang pada sesamanya.”

§ Nangis karena inget dosa, takut pada Allah. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut pada Allah hingga air susu masuk lagi ke dalam payudara.”(HR. Tirmidzi). Boyz, jangan pernah lupa ama dosa-dosa, apalagi sampe nyombongin diri. Amit-amit. Ada baiknya kita renungkan kesalahan yang udah kita lakuin; ngelawan ortu, bohong, lupa shalat 5 waktu, ngelirikin cewek, ngegodain cewek, dsb. Rasulullah saw. juga pernah ngingetin kita supaya nggak ngebanggain amal baik kita karena belum tentu diterima Allah, dan jangan ngelupain dosa-dosa yang udah kita kerjain karena Allah pasti mencatatnya. So, menangislah jika kita pernah berbuat kesalahan, itu tanda hambaNya yang beriman.

§ Nangis waktu membaca atau mendengar al-Quran. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa saat Rasulullah saw. mendengar sahabat Nabi saw. yang bernama Abdullah bin Mas’ud membaca Al Qur’an, beliau mencucurkan air mata. Begitu pula Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq adalah orang yang sering menangis saat membaca al-Quran.

Menangis saat membaca al-Quran adalah tanda kekhusyu’an. Hal inilah yang dicontohkan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw. Kalau mereka membaca ayat-ayat tentang neraka, mereka menghentikan sejenak membacanya lalu berdoa sambil menangis, berharap mereka bukan termasuk penghuninya. Lalu saat membaca ayat-ayat yang berkisah tentang surga, mereka juga menangis dan berdoa, berharap agar termasuk ke dalam golongan penghuninya.

Selain itu, para ulama juga menganjurkan kita untuk menangis saat membaca al-Quran. Mereka juga bilang, kalau kita tidak bisa menangis saat membaca ayat-ayat Allah, maka menangislah karena hal itu memang pantas ditangisi. Khawatir hati kita sudah menjadi batu, tidak tergetar dengan ayat-ayatNya. “Orang-orang yang jika disebut nama Allah bergetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah keimanannya.” (QS al-Anfal [8]: 2)

§ Nangis waktu shalat. Ini bukan karena kaki kita keinjek makmum sebelah kita. Tapi menangis karena perasaan takut dan cinta kepada Allah. Bro, Rasulullah saw. dan para sahabatnya adalah orang-orang yang terbiasa menangis ketika shalat. Pernahkah kita demikian? Semoga. [januar, dari berbagai sumber]





okey....peace ah....

sisi lain ramadhan

Ramadhan mendorong hamba-hamba Allah swt untuk berpacu meningkatkan kuantitas dan kualitas amal. Sekaligus untuk menghargai waktu dan memanfaatkan secara optimal tempat-tempat yang di sukai Allah swt. Itulah tiga dimensi yang manusia pasti melalui, menghadapi, dan mengalaminya dalam kehidupan mereka. Yaitu, dimensi ruang, dimensi waktu dan dimensi perbuatan. Ketika manusia mampu mengendalikan ketiga dimensi tersebut, pastilah ia menjadi orang yang sukses, bahagia di dunia dan akhirat. Dan Ramadhan mengkondisikan hamba-hamba Allah swt. untuk mengendalikan tiga dimensi tersebut sekaligus secara efektif.

Dimensi Waktu

Saudaraku, Ramadhan menyuguhkan kepada kita waktu-waktu yang sangat mahal di mata Allah swt. Adalah waktu sahur, waktu menjelang berbuka, waktu sepertiga malam, bahkan waktu-waktu di saat manusia bero’da ketika kondisi shaum dikabulkan oleh Allah swt.